Jumat, 06 November 2015

INTERVENSI SOSIAL INDIVIDU, KELUARGA DAN KELOMPOK





     A.Metode intervensi sosial pada individu pada dasarnya tekait dengan upaya memperbaiki atau meningkatkan keberfungsian sosial individu agara individu dan  keluarga tersebut dapat berperan dengan baik baik sesuai dengan tugas sosial dan individual mereka. Keberfungsian sosial, dalam kasus ini, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kemampuan individu untuk menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan limgkungannya. Benjamin, Bessant, dan Watts (1997 : 12) mendefenisikan peran sebagai Seperangkat aturan, nilai dan aspirasi untuk hidup sebagai anggota masyarakat). Di sini, masyarakatlah yang membentuk peran dari anggotanya. Sehingga peran sosial yang harus dijalankan oleh individu, keluarga ataupun kelompok kecil agar mereka dapat dikatakan sudah berfungsi secara sosial, adalah peran-peran yang sudah ‘disepati’ ataupun menjadi aturan umum dalam masyarakat di mana mereka berada. Maka dalam konteks seperti inilah peran sosial tersebut didefenisikan.

Intervensi sosial di level individual ini pada dasarnya merupakan upaya mengatasi masalah yang oleh Menzoda (1981 : 4 ) dikatakan sebagai masalah disebabkan oleh adanya ketidakmampuan individu atau kadangkala patalogi yang membuat seseoarang mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan lingkungannya. Dalam kasus individual, menzoda melihat bahwa stress pada individu sering kali disebabkan oleh tekanan dari lingkungannya dan bukan disebabkan oleh factor internal individu. Kerena itu dalam melakukan terapi, peran lingkungan sosial menjadi peranan penting dalam upaya penyembuhan individu yang sedang mengalami masalah keberfungsian sosial tersebut.

Metode Terapi dalam Casework
Zastrow menggambarkan proses konseling melalui metode casework , dari sudut pandang klien, dikonseptualisasikan menjadi delapan tahap, yaitu :
1.      Penyadaran akan adanya masalah
Pada tahap ini klien yang ingin terlibat dalam relasi dengan konselor harus meresakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi ia belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Bagi mereka yang tidak merasakan bahwa dirinya mengalami ‘ masalah’ maka klien tersebut cenderung untuk kurang termotivasi untuk mengembangkan relasi dengan konselor
Akan tetapi, dalam relasi di mana klien tidak menyadari atau menyangkal bahwa ia mempunyai masalah, maka tugas konselor akan semakin berat. Karena ia harus membantu klien agar ia menyadari bahwa ia mempunyai suatu masalah. Dalam kaitan dengan kasus klien merasa tidak mempunyai masalah konselor harus mencobah encari tahu lebih mendalam mengapa terjadi ‘ penyangkalan ‘ pada diri klien
2.      Penjalinan Rerelasi Lebih Mendalam dengan Konselor
Pada tahap ini diharapkan sudah timbul relasi yang lebih baik dan lebih mendalam antara konselor dengan kliennya. Klien diharapkan sudah tumbuh kepercayaan bahwa di konselor yang ditemuinya akan dapat dan mau membantunya.
3.      Pengembangan Motivasi
Klien harus mampu meyakinkan dirinya bahwa dim au untuk mengatasi masalah yang sedang ia hadapi atau mau menciptkan kondisi yang lebih baik bagi dirinya. Di sini tugas konselor adalah mendukung dan membakitkan klien ia mampu mengubah kondisi kejiwaan ataupun ketidakyakinannya yang terjadi selama ini.
4.      Pengonseptualisasian Masalah
Dalam rangka menciptkan konseling yang efektif, klien harus mengenali bahwa ‘ permasalahan yang ia hadapi bukanlah suatu masalah yang tidak dapat diatasi, akan tetapi ada komponen-komponen dalam permasalahan tersebut yang masih dapat diatasi. Hal ini perlu dibantu oleh sang konselor, karena klien biasanya cenderung menggap bahwa permasalahan yang ia hadapi itu terlalu besar untuk dirinya, sehingga ia tidak mampu mengatasinya. Di sinilah peran konselor untuk memilih-miliah permasalahan yang ada, dan mengajak kliennya untuk melihat bahwa ada komponen-komponen tertentu yang masih dapat diatasi. Hal ini tentunya bau dapat dilakukan kalau konselor mampu melakukan wawancara yang lebih mendalam dan menganalisis permasalahan yang dihadapi klien dengan baik
5.      Eksplorasi Strategi Mengatasi Masalah
Tahap ini adalah tahap dimana konselor dengan kliennya mencoba mengeksplorasi berbagai maca cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah yang ia hadapi. Klien di sini perlu dilibatkan, karena setiap klien adalah unique (berbeda satu dengan yang lainnya). Proses konseling ini, biasanya akan menjadikan efektif bila klien dapat merasakan bahwa ‘ ada berbaga cara dan tindakan yang dapat saya coba untuk mengatasi masalah yang saya hadapi
6.      Penyeleksian Strategi Mengatasai Masalah
Tahapan ini dimana konselor dank lien mendisusikan dari berbagai cara yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, maka cara manakah yang akan diambil. Prinsip self-determinasion adalah salah satu prinsip yang penting untuk digunakan dalam tahap ini, karena klien mempunyai hak untuk memilih cara mana yang akan ia temouh untuk meningkatkan kondisi yang ada pada dirinya. Dari sudut pandang kilen, ia harus dapat meyakinkan dirinya bahwa ‘ saya rasa cara ini akan dapat membantu saya dan saya akan mencobah memilih cara ini’
7.      Implementasi (Pelaksanaan) Strategi Mengatasai Masalah
Proses konseling baru akan berhasil bila klien mau menjalankan (melaksanakan) alternative  stategi pemecahan masalah yang ia sudah tentukan, serta berkembang komitmennya dalam menyatasi masalah yang ada. Ungkapan yang kurang lebih menggambarkan perasaan klien, antara lain : saya rasa cara yang saya pilih ini telah mulai menunjukkan hasil’. Bila ungkapan ini yang muncul maka konselor dapat menjaga agar komitmen ini tetap ini tetap berlanjut. Akan tetapi, bila ungkapan yang muncul adalah, “ saya rasa cara ini tidak ada gunannya untuk dilanjutkan’. Maka konselor dank lien harus mencoba mencari alternative cara pemecahan masalah yang lainnya  
8.      Evaluasi
Jika perubahan yang digunakan adalah perubahan yang permanen, maka diharapkan akan timbul perasaan pada klien seperti, “ meskipun cara membutuhkan waktu yang cukup lama, rasanya saya cukup puas dengan cara ini . Dan saya akan mencoba melanjutkan” , Bila perasaan ini yang timbul, maka konselor akan dapat berharap bahwa komitmen dari klien akan tetap muncul, serta perubahan yang terjadi akan menjadi lebih permenen. Akan tetapi, bila perasaan yang muncul adalah : “ saya merasa bahwa metode in sedikit membantu saya, akan tetapi saya rasa ini terlalu memakan waktu dan biaya. Saya rasa saya tidak perlu berkorban untuk memilih cara ini” , maka perubahan yang terjadi akan dapat bersifat sementara saja. Di sinilah peran konselor utuk untuk meyakinkan kliennya bahwa perubahan yang ia capai adalah perubahan yang bermakna, dan ia diharapkan untuk tetap dapat melanjutkan treatment tersebut.

B.      Intervensi Sosial Pada Keluarga
Disamping intervensi sosial pada individu, metode casework juga dapat diterapkan pada level keluarga. Intervensi pada level keluarga, menurut Zastrow (2014 : 79) dilakukan dengan melihat keluarga sebagai suatu system yang anggotanya saling berinteraksi dan mempunyai saling ketergantungan satu dengan lainnya. Kerena itu masalah yang dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang ada di keluarga mereka. Sebagai konsekunsinya, perubahan pada satu anggota keluarga akan dapat memengaruhi anggota keluarga yang lain.

Zastrow (2014 : 79) mengemukakan alas an lain untuk menempatkan keluarga sebagai focus perhatian, karena keikutsertaan (partisipasi) dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses ‘penyembuhan’ (klien). Misalnya saja, bila seseorang merasa bahwa kebiasaannya untuk menggunakan narkoba bukanlah suatu  hal yang salah, maka anggota keluarga yang lainnya akan dapat saling mengingatkannya bahwa ia sedang mengalami suatu masalah. Bahkan lebih jauh lagi, anggota keluarga tersebut dapat saling memperkuat dalam proses terapi (penyembuhan), sekurang-kurangnya memberikan dukungan moral terhadap si pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut. Salah satu metode ‘ penyembuhan’ yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah melalui terapi keluarga yang dikenal pula dengan nama konseling keluarga. Beberapa model dasar terapi keluarga tersebut antara lain :
1.      Model- model Psikodinamik
Freud sebagai bapak Psikoanalis dalam teorinya mengemukakan adanya dampak dari relasi dalam keluarga terhadap pembentukan karakter individu.
2.      Model –Model Eksperiensial
Kelompok ini mengaplikasikan teori-teori yang berkembang dalam terapi individual ke terapi, sehingga pemfokusan pada perkembangan diri klien, serta penentuan pilihan sendiri menjadi focus dalam terapi ini. Pengembangan kepekaan individum belajar untuk mengeskpresikan emosi, belajar menjadi kedekatan dengan pasangan (suami atau istri) menjadi bagian yang diperhatikan dalam model ini.

C.      Intervensi Sosial Pada Kelompok Kecil
Upaya intervensi sosial pada level kelompok kecil (small group), menjadi berkembangan menurut Toseland dan Rivas (1984 : 8-9) dalam Benjamin, Bessant dan Watts (1997 : 5) antara lain karena :
1.      Kelompok member kesempatan  pada anggotanya untuk saling berbagi pengalaman, berkembang dan mengejar tujuan bersama, belajar serta mendapatkan dukungan dari dari sesame anggota kelompok
2.      Kelompok menawarkan kesempatan ‘merapikan’ isu-isu yang terkait dengan perbedaan aliran politik dan hubungan sesame anggota kelompok, selain memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan mencoba berbagai keterampilan yang b aru
3.      Kadangkala kelompok dapat juga membantu mengurangi isolasi sosial dan kesepian yang terjadi pada anggota kelompok dengan cara meningkatkan kesempatan pada anggota kelompok tersebut bertemu dengan anggota masyarakat yang lain yang belum pernah dihubungi selama ini
4.      Kelompok dapat menjadi sumber perubahan sosial yang sangat kuat dan bermakna, yang akan dapat membantu anggotanya menentang ‘pengelompokan’ rasial dan seksual. Kelompok akan dapat memberikan ‘panutan’ dan sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi eksploitasi sosial maupun tekanan politik yang terjadi selama ini
5.      Kelompok dapat menjadi arena utama untuk mengembangkan gerakan sosial dan politik
6.      Kelompok dapat membantu masyarakat untuk menghubungkan identitas personalnya dengan gerakan sosial yang lebih besar


MAHASISWA SEBAGAI AGEN PERUBAHAN SOSIAL

 Mahasiswa merupakan suatu golongan manusia yang sedang berada dalam masa-masa optimum.Yang dimaksud dengan optimum adalah, dari segi fisik, mahasiswa mempunyai kinerja yang dapat digunakan secara optimum dan maksimal, dan juga dalam keadaan sehat.Dari segi psikologis, mereka telah memiliki pemikiran dan mental yang telah matang, juga masih murni, karena belum di masuki oleh prinsip-prinsip eksternal, seperti partai politik, golongan-golongan dari masyarakat, dan sbagainya.Oleh karena itu pula mahasiswa mempunyai kewajiban dalam masyarakat sebagai Agent of Change, Social control, dan Iron Stock.
    
   Mahasiswa dikatakan sebagai Agent of Chage (agen perubahan), karena mahasiswa mempuyai sifat yang masih haus akan ilmu, dan itu salah satu alasan mengapa mereka (mahasiswa) lebih menempuh jenjang perguruan tinggi ketimbang dengan bekerja, walaupun tidak sedikit pula yang sambil  bekerja. Dengan sifat yang haus akan ilmu tersebut membuat mahasiswa selalu mencari dan melakikan suatu pneneliatina yang akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan dan mendapatkan pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan lebih efektif dan lebih efisien, walaupun telah ada pemacahan masalah yang sebelumnya. Ilmu yang mereka serap sedikit banyak akan terterap didalam kehidupan mahasiswa, yang kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya akan tertular dalam kehidupan masyarakat. Melalui hal tersebut secara otomatis mahasiwa telah menjadi Agent of Change. Namun perubahan yang terjadi masih sedikit, dan apabila hal tersebut telah terlaksana oleh tiap-tiap individu mahasiswa di indonesia, maka untuk menjadi perubahan yang besar merupakan hal yang mudah terjadi.


     Peran mahasiswa sebagai Social Control (kontrol sosial). Sulit untuk dijelaskan dari definisi ini, namun dapat dilihat melalui ketimpangan-ketimpangan sosial yang telah terjadi di masyarakat di masa lampau, yaitu ketika pada masa pemerintahan yang otoriter menjadi masa pemerintahan orde baru, sedikit banyak terjadi karena tututan mahasiswa yang dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan, dengan melakukan demo dan sebagainya. Peran mahasiswa pun tak berhenti hanya disitu, contoh lain adalah tuntutan para mahasiswa kepada para pejabat negara Indonesia untuk memberantas tindak KKN.

    Disaat terjadi ketimpangan sosial dimasyarakat, pada saat itulah mahasiswa sebagai social control melaksanakan fungsinya.Pergerakan mahasiswa di era yang telah maju ini bukan hanya sekedar turun ke jalan saja, namun diperlukan lebih dari itu, yaitu dapat dilakukan dengan diskusi, kajian terhadap masalah, dan lain sebagainya.

    Mahasiswa dpat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia - manusia yang tangguh, yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia, yang nantinya dapat menggantikan generasi - generasi sebelumnya. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada didalam tatanan masyarakat bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaandari golongan tua ke golongan muda. Oleh karena itu diperlukan mahasiswa sebagai Iron Stock (persediaan yang tangguh) yang diharapkan lebih tangguh untuk menggantikan kaderisasi sebelumnya dalam suatu organisasi, maupun tatanan masyarakat dan siap melakukan perubahan yang lebih baik.



Lanjutan Materi Pratikum II

Panitia Yang Bersifat Informal
Panitia yang bersifat informal mempunyai cirri sebagai berikut :
1). Tidak adanya pembentukan dari eksekutif yang berwenang
2). Tidak ada pemberian tugas yang bersifat khusus
3). Anggota-anggotanya berkumpul secara spontan berdasarkan kebutuhan yang sama, dan mereka menyadari bahwa kegiatan bersama itu akan membantu mencapainya tujuan bersama
4). Anggota-anggotanya mana suku, sekaligus adakalanya salah anggotanya ikut serta secara paksa
5). Anggota leih banyak, yang sering disebutkan dengan istilah task group, atau task oritented atau task force (gugus tugas)
6).Yang dimaksud dengan task force atau gugus adalah kelompok yang terdiri daripada oarng-orang yang mempunyai keahlian khusus
    7). Panitia informal dibentuk tanpa adanya pendelegasian wewenang
Panitian Yang Bersifat :
Bersifat Permanen
Bersifat Temporer

Sebab-sebab Penggunaan Panitia
Panitia merupakan alat yang digunakan secara luas untuk segala corak organisasi. Penggunaan panitia dalam organisasi disebabkan karena berbagai pertimbangan sebagai berikut :
1). Merupakan forum untuk saling bertukar pendapat di antara para anggota shingga sifatnya demokratis
2). Sebagai alat koordinasi :
                a. Untuk menyusun perencanaan dan penentuan kebijakan (policy)
b. Untuk mengintergrasikan rencana dan kegiatan organisasi
C. Kerena komplikasi, perubahan, kebutuhan akan penugasan pelbagai bagian, terutama masalah yang sulit untuk diatasi, misalnya setiap pembelanjaan harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan bagian lain; demikian pula masalah penentuan kualitas dari kuantitas produk yang akan dihasilkan
3) Dapat dipergukanansebagai alat untuk menanpung semua jenis informasi
4). Sebagai alat untuk konsolidasi wewenang
5). Merupakan alat yang sangat berharga untuk permusatan wewenang dalam  penyusunan rencana program
6).Pertimbangan dan keputusan kelompok lebih dari baik daripada pertimbangan atau keputusan yang diambil secara perorangan
7).Meningkatkan motivasi melalui partisipasi aktif
8).Memingkatkan pengawasan kerena panitia dapat berhubungan langsung dengan para pelaksana
9).Panitia lebih menitik-beratkan kepada keahlian

10).Dpat memainkan peran sebagai pendidikan

Materi Praktikum II

Bentuk Organisasi Panitia ( Committee Organization)

Istilah panitia sering disamakan dengan istilah komite, komisi , gugus tugas (task force atau rask group). Terlepas dari istilah mana yang dipakai, pada dasarnya semua istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu sekelompok orang kepada siapa sejumlah persoalan dibebankan. Jadi yang dimaksud dengan panitia atau komite adalah sekelompok orang yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus yang tidak dapat diselesaikan seseorang ( pejabat/pimpinan) atau oleh beberapa orang (dewan) Nama suatu panitia bermacam-macam, tergantung dari jenis dan sifat tugas atau kegiatan yang akan dijalankan. Ada yang mempergunakan nama Panitia Kerja (Panja, Panitia Khusus (PANSUS), Panitia Perumus. Ada pula yang mempergunakan nama dari dari pejabat ketua panitia tersebut, misalnya panitia Daryamo, nama satu panitia dapat juga diambil dari jumlah anggota yang duduk dalam panitia berjumlah 9 orang.

Nama bukanlah masalah yang prinsip karena mempergunakan nama apapun, tugas panitia adalah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh seseorang atau oleh beberapa orang yang ada dalam suatu kelompok (dewan)
Wewenang yang dimiliki oleh panitia berbeda-beda. Ada panitia yang mempunyai wewanang untuk mengambil fungsi-fungsi manajemen dan ada pula panitia yang tidak mempunyai wewenang untuk mengambil fungsi-fungsi manajemen. Ada panitia yang berhak membuat keputusan, tetapi ada pula yang terikat pada masalah yang dihadapi tanpa mempunyai wewenag untuk membuat keputusan. Ada panitia yang bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada pimpinan/manajer. Dapat dikatakan bahwa wewenang yang diberikan kepada panitia ada berbagai macam.

Macam. Bentuk Dan Tipe
Apabila dilihat dari bentuk organisasi, panitia adalah suatu bentuk organisasi staff tertentu memiliki ciri-ciri lain. Panitia juga merupakan kelompok orang-orang yang diberi tugas melaksanakan tindakan administrative yang khusus, dan dalam pelaksanaannya menunjukan sebagai staf (staf khusus) atau sebagai executive (executive committee). Berdasarkan panitia eksekutif dan panitia staff. Dinamakan panitia eksekutif apabila panitia itu diberi wewenang untuk mengambil keputusan, dan keputusan itu mengikat para bawahan. Hal ini berarti bawahan harus memberikan pertanggungjawaban kepada panitia. Dinamakan panitia staff apabila hanya itu tidak diberi wewenang untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini panitia hanya bertindak sebagai pemberi advisi saja.

      Menurut sifatnya, panitia dapat dibedakan menjadi panitia yang bersifat formal, panitia yang bersifat informal, panitia yang bersifat permanen dan panitia yang bersifat temporer
Panitia Yang bErsifat Formal
Ciri-ciri daripada panitia yang bersifat formal adalah sebagai berikut :
1). Dibentuk atas dasar wewenang yang membentuk
2) Mempunyai tempat dalam struktur organisasi
3). Mempunyai tujuan yang jelas

4). Menerima delegasi wewenang dan tugas tertentu